C.
Kehidupan Politik, Ekonomi, Sosial-Budaya Masyarakat Indonesia pada masa
pengaruh Hindu-Budha
Terlepas
dari teori manakah yang paling benar tentang proses masuknya pengaruh
Hindu-Budha ke Indonesia. Pengaruh agama dan kebudayaan tersebut sangat tampak dalam
kehidupan masyarakat Indonesia. Sebagian peninggalan bahkan masih dapat kita
saksikan sampai saat ini, baik yang bersifat fisik (material) maupun non fisik
(abstrak). Berikut ini pengaruh Hindu-Budha:
1.
Bahasa
Dan Tulisan
Masuknya
Bangsa India (Kebudayaan Hindu) ke Nusantara sejak abad ke-1 Masehi
mengantarkan masyarakat nusantara kebudaya tulis atau masa aksara (masa dimana
mereka mengenal dan mempraktikkan tradisi tulisan). Budaya tulis itu
menggunakan Bahasa Sansekerta dengan huruf Pallawa, yaitu sejenis tulisan yang
ditemukan juga diwilayah India bagian selatan. Dalam perkembangannya, Huruf
pallawa menjadi dasar dari huruf-huruf lain di Indonesia seperti huruf Kawi,
Jawa Kuno, Bali Kuno, Lampung, Batak, dan Bugis makasar. Sedangkan Bahasa
Sansekerta tidak berkembang sepesat Huruf Pallawa; sebab, Bahasa sansekerta
digunakan hanya dilingkungan terbatas, yaitu dilingkungn istana dan oleh para
Brahmana dalam upacara keagamaan.
Bukti
pertama dikenalnya tulisan (aksara) di Nusantara adalah penemuan tulisan diatas
tujuh buah yupa abad ke-4 masehi diwilayah Kutai, Kalimantan Timur.
Jejak
sejarah berupa tulisan itu dapat dilihat melalui berbagai prasasti, kitab, dan
manuskrip (naskah).
a.
Prasasti
Prasasti,
dari bahasa sansekerta yang berarti Pujian, merupakan piagam atau dokumen yang
ditulis pada bahan yang keras dan tahan lama. Diantara berbagai sumber sejarah
kuno Indonesia, seperti naskah dan berita asing, prasasti dianggap sumber
terpenting karena mampu memberikan kronologis suatu peristiwa. Ada banyak hal
yang membuat suatu prasasti sangat menguntungkan dunia penelitian masa lampau.
Selain mengandung unsure penanggalan, prasasti juga mengungkapsejumlah nama dan
alas an mengapa prasasti tersebut dikeluarkan. Hampir semua prasasti pada masa
kerajaan hindu, juga pengubahan karya sastra sejak zaman Kerajaan Kediri,
menggunakan huruf Pallawa.
Meski sebagian berisi pujian
terhadap reja dan beberapa lainnya berisi tentang silsilah suatu tokoh, utang
piutang, dan kutukan atau sumpah, sebagian besar prasasti yang ditemukan
diindonesia berisi tentang sima, yaitu tentang perpindahan hak, pengumpulan
pajak dan imbalan, dan pemberian jasa pada lembaga agama. Tulisan-tulisan p[ada
prasasti biasanya mengikuti format tertentu, seperti berisi tanggal, tahun, dan
nama pejabat yang memerintahkan pembuatan prasasti tersebut.
Prasasti ternyata tidak hanya
ditulis diatas batu, tetapi juga dituliskan diatas lempengan emas, perunggu,
tembaga, daun lontar, daun nipah, kulit pohon, kain dan kertas.
Prasasti diindonesia dapat
dikelompokkan sesuai bahasanya. Prasasti dalam bahasa Sansekerta terdapat pada
prasasti yang dibuat pada abad ke-4 sampai abad ke-9. Seperti dipahatkan di
tiang batu (yupa) diwilayah kerajaan kutai, peninggalan kerajaan Tarumanegara
(ciaruteun, jambu, kebon kopitugu, dan cidagiang).
Prasasti yang menggunakan bahasa
Jawa Kuno. Jumlahnya yang tidak terlampau banyak diantaranya prasasti Kedu,
dinoyo dan prasasti lain peninggalan kerajaa mataram kuno, bahasa jawa kuno
diperkirakan mulai digunakan sekitar abad ke-9.
Prasasti dalam bahasa melayu kuno.
Yang banyak ditemukan disumatra. Contoh : prasasti kedudukan bukit, talang tuo,
telaga batu, semuanya peninggalan kerajaan Sriwijya. Selanjutnya prasasti dalam
Bahasa Bali Kuno biasanya digunakan oleh kerajaan bali; selain huruf Pallawa,
prasasti ini juga menggunakan huruf jawa kono dan panagari.seperti prasasti
jualah dan Ugrasena.
Di Indonesia juga ditemukan prasasti
dalam bahasa Persia. Aksara ini banyak digunakan menuliskan teks-teks keagamaan
dan teks pada betu nisan. Kebanyakan prasasti dengan aksara ini berangka tahun
sekitar abad ke-11, misalnya prasasti yang terdapat dimakam raja Malik As-saleh
disumatra utara berangka tahun 1297 M. aksasra tersebut bahkan sudah digunakan
jauh lebih awal lagi, yang dibuktikan pada makamFatimah Binti Maimun (475
H/1082 M) di Leran, Gresik, Jawa Timur.
b.
Kitab
Dalam
pengenalannya, pengenalan bahasa dan tulisan memungkinkan Pujangga Nusantara
melahirkan karya-karya sastra berupa kitab. Kitab adalah kumpulan kisah,
catatan, atau laporan suatu peristiwa, kadang didalamnya juga terdapat mitos;
pada masa Hindu-Budha biasanya kitab ditulis diatas daun lontar. Tulisan
didalamnya umumnya bukan merupakan kalimat langsung, melainkan ditulis dalam
rangkaian puisi yang indah dan terbagi kedalam sejumlah bait yang disebut
pupuh. Adapun ungkaan yang ditulis dalam bentuk puisi ini biasanya disebut
kakawin.
Kitab dapat dikategorikan sebagai
karya sastra kuno, yang dalam perkembangannya di Indonesia terdiri dari
beberapa tahap :
1. Tahap
pertama atau kesusastraan tertua, lahir pada masa kerajaan mataram kuno. Kitab
terkenalnya adalah Sang Hyang Kamahayanikan, oleh sambara Suryawanasa. Kitab
ini menjelaskan tentang ajaran Buddha aliran tantrayana.
2. Tahap
kedua, lahir pada masa kerajaan Kediri. Pada tahap ini lahir karya sastra besar
Arjuna Wiwaha yang ditulis oleh Mpu Kanwa, Kresnayana yang ditulis oleh Mpu
Dharmajaya, dan Bharatayudha yang ditulis oleh Mpu sedah dan kemudian
diselesaikan oleh Mpu Panuluh. Kerajaan Kediri tercatat sebagai kerajaan yang
memiliki hasil sastra kuno yang cukup banyak, terutama saat pemerintahan Raja
Jayabhaya.
3. Tahap
ketiga, yaitu kesusasteraan yang lahir pada zaman Majapahit. Pada tahap ini
lahir kitab Negarakartagama, ditulis oleh Mpu Prapanca pada tahun 1365. Dari
kitab inilah kita banyak mengetahui tentang kehidupan masyarakat pada zaman
majapahit dan silsilah dari para leluhur raja. Kitab ini juga menjadi sumber
penulis sejarah politik jawa dari abad ke-8 sampai abad ke-15. Ada juga kitab
sotasoma yang ditulis oleh Mpu Tantular dan kitab pararaton, yang berisi mitos
tokoh ken arok 9pendiri singasari), dan kitab Bhubuksah, kitab yang berkisah
tentang dua orang bersaudara yang mencari kesempurnaan.
c.
Manuskrip
Manuskrip
adalah naskah tulisan tangan peninggalan masa lalu yang berisi berbagai hal
seperti cerita kepahlawanan, hokum, upacara keagamaan, silsilah, syair, mantra
sihir, dan resep obat obatan.
Contoh Pustaha, yaitu naskah batak
yang ditulis dengan aksaa batak dan ditulis diatas lembara kulit kayu alim; I
La Galigo, yaitu sebuah naskah kuno dari Sulawesi selatan yang merupakan naskah
epos (kepahlawanan) yang berisi kisah tentang kerajaan Luwu pada masa ora
Islam.
Naskah kuno lampung, yang ditulis
diatas kulit kayu pohon bunut, menggunakan aksara lampung. Aksara lampung adalah
bentuk tulisan yang memiliki hubungan dengan aksara palawa dari India Selatan,
yang diperkirakan masuk kepulau Sumatera pada masa kerajaan Sriwijaya.
2.
Politik
dan Sistem Pemerintahan
Sebelum
masuknya pengaruh Hindu-Budha keindonesia, system pemerintahan yang dianut
diindonesia adalah Sistem Pemerintahan Desa, yang dipimpin seorang kepala suku
dan dipilih berdasarkan kekuatan dan kelebihannya. Dengan masuknya pengaruh
hindu muncul konsep dewa raja pimpinan tertinggi dalam sebuah kelompokadalah
seorang raja, yang diyakini sebagai titisan atau reingkarnasi dewa (dewa siwa
ataupun dewa wisnu). Konsep ini melegitimasi pemutusan kekuasaan pada raja.
Dari konsep ini pulalah Indonesia
mulai mengenal system pemerintaha kerajaan, dengan raja sebagai pimpinan tertinggi.raja
memiliki wewenang penuh terhadap seluruh tanah diwilayah kerajaanya, sedangkan
rakyat hanyalah penggarap.
System kerajaan pada zaman kerajaan
Hindu dan Budha pada umumnya terbagi dalam beberapa bidang, yaitu bidang
pertahanan atau angkatan perang, perdagangan, keuangan, urusan luar negeri,
pajak dan hukum.
Terdapat perbedaan system
pemerintahan antara kerajaan Hindu dan Budha yang berlokasi di jawa timur, jawa
tengah bagian utara , dan jawa tengah bagian selatan. Hal ini dapat
diidentifikasi dengan melihat denah bangunan candi didalam sebuah kompleks.
Pemerintah kerajaan Hindu Budha
dijawa tengah bagian selatan bersifatFoedal. Pusat pemerintahan sepenuhnya
berada ditangan sang raja. Sementara itu, bangunan candi dijawa tengah bagian
utara mencerminkan system pemerintahan Foderal, dimana pemeintahan pusat
memerintah kerajaan kerajaan kecil yang sederajat secara demokratis. System
federal juga terlihat di pada kerajaan Hindu-Budha di jawa timur.
3. Ekonomi dan Sistem Mata
Pencarian Hidup
Pengaruh
India dalam bidang ekonomi tidak begitu besar. Sebab, sejak masa praaksara
penduduk Nusantara telah mengenal tradisi agraris, pedagangan, dan pelayaran.
(M. Dj. Poeponegoro dan Nugroho Notosusanto mencatat pada zaman prasejarah
penduduk Indonesia adalah peIayar-pelayar yang sanggup mengarungi lautan lepas.
Lautan bukan penghalang tetapi pemersatu. Hubungan antar pulau inilah Iebih
mudah di bandingkan dengan daerah pedalaman. Pusat-pusat perdagangan sudah
tumbuh pesat di pesisir pesisir Sumatra dan Jawa. Menurut hasil penelitian F.
Heger, adanya benda-benda peninggalan bersejarah seperti nekara di berbagai
tempat di Indonesia menunjukkan adanya hubungan antara kepulauan Nusantara
dengan berbagai daerah di Asia Tenggara.
Kedatangan
India memperkuat tradisi agraris. misalnva dengan mengenalkan teknologi
irigasi. serta sernakin meramaikan aktivitas perdagangan dan pelayaran. Hal ini
dibuktikan dengan semakin berkembangnva kota-kota pelabuhan sebagaimana
ditunjukkan Kerajaan Pajajaran (Pelabuhan Sunda Kalapa), Sriwijaya, dan
Majapahir.
4. Agama dan Sosial Budaya
Sebelum
pengaruh Hindu-Buddha masuk, bangsa Indonesia telah mengenal sistem kepercayaan
animisme dan dinamisme serta sejumlah kegiatan upacara yang terkait pemujaan
terhadap roh nenek moyang. Masuknya pengaruh Hindu membuat masyarakat Indonesia
mengenal dewa-dewi, yang merupakan perwujudan dan Tuhan Yang Maha Esa. Setiap
dewa-dewi merniliki tempat dan perannya yang khas.
Dalam
kehidupan sosial, pengaruh kebudayaan Hindu yang nyata adalah dikenalnya sistem
pelapisan sosial di dalam masyarakat yang disebut sistern kasta. Meski
demikian. sistem kasta yang berlaku di indonesia tidak sekedar di negeri
asalnva, India, Agama Buddha tidak mengenal pelapisan sosial.
Hasil
budaya dua kebudayaan ini sampai sekarang masih dapat kita jumpai dalarn bentuk
bangunan-bangunan candi seperti di Sumatra, jawa, Kalimantan, dan Bali. Ada
candi yang berstruktur agama Hindu dan ada pula candi yang bercorak agama
Buddha.
5. Seni Bangun, Seni Pahat, dan
Relief Candi
Candi
merupakan bangunan utama yang banyak didirikan pada masa pengaruh Hindu-Buddha.
Candi-candi bercorak Hindu umumnya berfungsi untuk menghormati dan memuliakan
dewa-dewi Hindu. Cintoh-cintoh candi Hindu adalah Prambanan (untuk memuliakan
dewa Siwa), Kalasan (Dewi Tara), Sewu (Manjusri), Gebang, kelompok Candi Dieng,
Candi Gedong Songo, Candi Panataran, dan Candi Cangkuang. Adapun candi-candi
bercorak Buddha berfungsi sebagai sarana ritual (memuliakan Buddha), menyimpan
relikui Buddhis ataupun bhiksu terkemuka atau keluarga kerajaan penganut Buddha
(seperti abu jenazah), atau sebagai tempat ziarah bagi para penganutnya.
conroh-contoh candi Buddha: Borobudur, Sewu, Sari, Plaosan. Banyunibo,
Sumberawan, Muara Takus.
Sementara
itu, bangunan candi pada umumnya terdiri atas tiga bagian utama, yaitu:
•
bhurloka, yaitu bagian bawah candi yang melambangkan kehidupan dunia fana,
• bhurvaloka, adalah bagian candi yang
melambangkan tahap pembersihan dan pemurnian jiwa, dan
•
Svarloka, yang melambangkan tempat para dewa atau jiwa yang telah disucikan.
Meski
struktur bangunan semua candi sama, masih terdapat perbedaan penting antara
bentuk candi di Jawa tengah dan di Jawa timur. Ciri-ciri candi di Jawa tengah
adalah berbentuk tambun dengan hiasan kalamakara di atas gawang pintu masuk,
puncak candi berbentuk stupa, bahan utamanya batu andesit, dan umumnya
menghadap ke timur. Sedangkan di Jawa timur, ciri-ciri candinya adalah
berbentuk Iebih ramping. puncak candi berbentuk kubus dan di atas gawang pintu
terdapat hiasan kala atau wujud kepala raksasa yang bentuknya lebih sederhana
dan kalamakara, bahan utama dan batu bata, dan umumnva menghadap ke barat.
ciri
utama candi Hindu adalah adanya ratna (hiasan berbentuk bunga teratai yang
masih kuncup) di puncaknya, relief (ukiran-ukiran yang membentuk suatu seri
cerita atau ajaran) di dinding-dindingnya, arca dewi trimurti.
durgamahisasuramardini. agastya, serta ganesha (baik dalam bilik candi maupun
relung dinding candi). Sedangkan ciri utama candi Buddha adalah banyaknya
patung Buddha dengan atribut sederhana serta bangunan stupa dengan patung
Buddha di dalamnya; selain itu, di kening Buddha selalu terdapat bintik kecil
yang disebut dengan urna, sebuah tanda yang menyimbolkan mata ketiga, yang
mampu memandang ke dunia ilahi (nirwana). Candi Buddha juga mengenal relief.
seperti terdapat pada dinding Candi Borobudur (yang menggambarkan kehidupan
sang Buddha dan ajaran-ajarannya).
Dalam
seni pahat, kebudayaan Hindu dan Buddha meninggalkan banyak pengaruh, yang
sudah dirintis oleh nenek moyang kita pada zaman megalithikum dalam rupa
patung-patung besar. Seni patung masa Hindu memiliki bentuk yang Iebih
proporsional dan memiliki banyak atribut seperti tampak pada patung-patung dewa
yang rnenghiasi candi. Pada candi Buddha, meskipun bentuknya lebih sederhana,
patungnya dibuat dengan mudra (gestur atau sikap tubuh yang bersifàt simbolis
atau ritual).