Sabtu, 31 Januari 2015

masuknya Hindu-Budha ke Indonesia


C. Kehidupan Politik, Ekonomi, Sosial-Budaya Masyarakat Indonesia pada masa pengaruh Hindu-Budha
Terlepas dari teori manakah yang paling benar tentang proses masuknya pengaruh Hindu-Budha ke Indonesia. Pengaruh agama dan kebudayaan tersebut sangat tampak dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Sebagian peninggalan bahkan masih dapat kita saksikan sampai saat ini, baik yang bersifat fisik (material) maupun non fisik (abstrak). Berikut ini pengaruh Hindu-Budha:
1.      Bahasa Dan Tulisan
Masuknya Bangsa India (Kebudayaan Hindu) ke Nusantara sejak abad ke-1 Masehi mengantarkan masyarakat nusantara kebudaya tulis atau masa aksara (masa dimana mereka mengenal dan mempraktikkan tradisi tulisan). Budaya tulis itu menggunakan Bahasa Sansekerta dengan huruf Pallawa, yaitu sejenis tulisan yang ditemukan juga diwilayah India bagian selatan. Dalam perkembangannya, Huruf pallawa menjadi dasar dari huruf-huruf lain di Indonesia seperti huruf Kawi, Jawa Kuno, Bali Kuno, Lampung, Batak, dan Bugis makasar. Sedangkan Bahasa Sansekerta tidak berkembang sepesat Huruf Pallawa; sebab, Bahasa sansekerta digunakan hanya dilingkungan terbatas, yaitu dilingkungn istana dan oleh para Brahmana dalam upacara keagamaan.
Bukti pertama dikenalnya tulisan (aksara) di Nusantara adalah penemuan tulisan diatas tujuh buah yupa abad ke-4 masehi diwilayah Kutai, Kalimantan Timur.
Jejak sejarah berupa tulisan itu dapat dilihat melalui berbagai prasasti, kitab, dan manuskrip (naskah).
a.      Prasasti
Prasasti, dari bahasa sansekerta yang berarti Pujian, merupakan piagam atau dokumen yang ditulis pada bahan yang keras dan tahan lama. Diantara berbagai sumber sejarah kuno Indonesia, seperti naskah dan berita asing, prasasti dianggap sumber terpenting karena mampu memberikan kronologis suatu peristiwa. Ada banyak hal yang membuat suatu prasasti sangat menguntungkan dunia penelitian masa lampau. Selain mengandung unsure penanggalan, prasasti juga mengungkapsejumlah nama dan alas an mengapa prasasti tersebut dikeluarkan. Hampir semua prasasti pada masa kerajaan hindu, juga pengubahan karya sastra sejak zaman Kerajaan Kediri, menggunakan huruf Pallawa.
            Meski sebagian berisi pujian terhadap reja dan beberapa lainnya berisi tentang silsilah suatu tokoh, utang piutang, dan kutukan atau sumpah, sebagian besar prasasti yang ditemukan diindonesia berisi tentang sima, yaitu tentang perpindahan hak, pengumpulan pajak dan imbalan, dan pemberian jasa pada lembaga agama. Tulisan-tulisan p[ada prasasti biasanya mengikuti format tertentu, seperti berisi tanggal, tahun, dan nama pejabat yang memerintahkan pembuatan prasasti tersebut.
            Prasasti ternyata tidak hanya ditulis diatas batu, tetapi juga dituliskan diatas lempengan emas, perunggu, tembaga, daun lontar, daun nipah, kulit pohon, kain dan kertas.
            Prasasti diindonesia dapat dikelompokkan sesuai bahasanya. Prasasti dalam bahasa Sansekerta terdapat pada prasasti yang dibuat pada abad ke-4 sampai abad ke-9. Seperti dipahatkan di tiang batu (yupa) diwilayah kerajaan kutai, peninggalan kerajaan Tarumanegara (ciaruteun, jambu, kebon kopitugu, dan cidagiang).
            Prasasti yang menggunakan bahasa Jawa Kuno. Jumlahnya yang tidak terlampau banyak diantaranya prasasti Kedu, dinoyo dan prasasti lain peninggalan kerajaa mataram kuno, bahasa jawa kuno diperkirakan mulai digunakan sekitar abad ke-9.
            Prasasti dalam bahasa melayu kuno. Yang banyak ditemukan disumatra. Contoh : prasasti kedudukan bukit, talang tuo, telaga batu, semuanya peninggalan kerajaan Sriwijya. Selanjutnya prasasti dalam Bahasa Bali Kuno biasanya digunakan oleh kerajaan bali; selain huruf Pallawa, prasasti ini juga menggunakan huruf jawa kono dan panagari.seperti prasasti jualah dan Ugrasena.
            Di Indonesia juga ditemukan prasasti dalam bahasa Persia. Aksara ini banyak digunakan menuliskan teks-teks keagamaan dan teks pada betu nisan. Kebanyakan prasasti dengan aksara ini berangka tahun sekitar abad ke-11, misalnya prasasti yang terdapat dimakam raja Malik As-saleh disumatra utara berangka tahun 1297 M. aksasra tersebut bahkan sudah digunakan jauh lebih awal lagi, yang dibuktikan pada makamFatimah Binti Maimun (475 H/1082 M) di Leran, Gresik, Jawa Timur.
b.      Kitab
Dalam pengenalannya, pengenalan bahasa dan tulisan memungkinkan Pujangga Nusantara melahirkan karya-karya sastra berupa kitab. Kitab adalah kumpulan kisah, catatan, atau laporan suatu peristiwa, kadang didalamnya juga terdapat mitos; pada masa Hindu-Budha biasanya kitab ditulis diatas daun lontar. Tulisan didalamnya umumnya bukan merupakan kalimat langsung, melainkan ditulis dalam rangkaian puisi yang indah dan terbagi kedalam sejumlah bait yang disebut pupuh. Adapun ungkaan yang ditulis dalam bentuk puisi ini biasanya disebut kakawin.
            Kitab dapat dikategorikan sebagai karya sastra kuno, yang dalam perkembangannya di Indonesia terdiri dari beberapa tahap :
1.      Tahap pertama atau kesusastraan tertua, lahir pada masa kerajaan mataram kuno. Kitab terkenalnya adalah Sang Hyang Kamahayanikan, oleh sambara Suryawanasa. Kitab ini menjelaskan tentang ajaran Buddha aliran tantrayana.
2.      Tahap kedua, lahir pada masa kerajaan Kediri. Pada tahap ini lahir karya sastra besar Arjuna Wiwaha yang ditulis oleh Mpu Kanwa, Kresnayana yang ditulis oleh Mpu Dharmajaya, dan Bharatayudha yang ditulis oleh Mpu sedah dan kemudian diselesaikan oleh Mpu Panuluh. Kerajaan Kediri tercatat sebagai kerajaan yang memiliki hasil sastra kuno yang cukup banyak, terutama saat pemerintahan Raja Jayabhaya.
3.      Tahap ketiga, yaitu kesusasteraan yang lahir pada zaman Majapahit. Pada tahap ini lahir kitab Negarakartagama, ditulis oleh Mpu Prapanca pada tahun 1365. Dari kitab inilah kita banyak mengetahui tentang kehidupan masyarakat pada zaman majapahit dan silsilah dari para leluhur raja. Kitab ini juga menjadi sumber penulis sejarah politik jawa dari abad ke-8 sampai abad ke-15. Ada juga kitab sotasoma yang ditulis oleh Mpu Tantular dan kitab pararaton, yang berisi mitos tokoh ken arok 9pendiri singasari), dan kitab Bhubuksah, kitab yang berkisah tentang dua orang bersaudara yang mencari kesempurnaan.

c.       Manuskrip
Manuskrip adalah naskah tulisan tangan peninggalan masa lalu yang berisi berbagai hal seperti cerita kepahlawanan, hokum, upacara keagamaan, silsilah, syair, mantra sihir, dan resep obat obatan.
            Contoh Pustaha, yaitu naskah batak yang ditulis dengan aksaa batak dan ditulis diatas lembara kulit kayu alim; I La Galigo, yaitu sebuah naskah kuno dari Sulawesi selatan yang merupakan naskah epos (kepahlawanan) yang berisi kisah tentang kerajaan Luwu pada masa ora Islam.
            Naskah kuno lampung, yang ditulis diatas kulit kayu pohon bunut, menggunakan aksara lampung. Aksara lampung adalah bentuk tulisan yang memiliki hubungan dengan aksara palawa dari India Selatan, yang diperkirakan masuk kepulau Sumatera pada masa kerajaan Sriwijaya.
2.      Politik dan Sistem Pemerintahan
Sebelum masuknya pengaruh Hindu-Budha keindonesia, system pemerintahan yang dianut diindonesia adalah Sistem Pemerintahan Desa, yang dipimpin seorang kepala suku dan dipilih berdasarkan kekuatan dan kelebihannya. Dengan masuknya pengaruh hindu muncul konsep dewa raja pimpinan tertinggi dalam sebuah kelompokadalah seorang raja, yang diyakini sebagai titisan atau reingkarnasi dewa (dewa siwa ataupun dewa wisnu). Konsep ini melegitimasi pemutusan kekuasaan pada raja.
            Dari konsep ini pulalah Indonesia mulai mengenal system pemerintaha kerajaan, dengan raja sebagai pimpinan tertinggi.raja memiliki wewenang penuh terhadap seluruh tanah diwilayah kerajaanya, sedangkan rakyat hanyalah penggarap.
            System kerajaan pada zaman kerajaan Hindu dan Budha pada umumnya terbagi dalam beberapa bidang, yaitu bidang pertahanan atau angkatan perang, perdagangan, keuangan, urusan luar negeri, pajak dan hukum.
            Terdapat perbedaan system pemerintahan antara kerajaan Hindu dan Budha yang berlokasi di jawa timur, jawa tengah bagian utara , dan jawa tengah bagian selatan. Hal ini dapat diidentifikasi dengan melihat denah bangunan candi didalam sebuah kompleks.
            Pemerintah kerajaan Hindu Budha dijawa tengah bagian selatan bersifatFoedal. Pusat pemerintahan sepenuhnya berada ditangan sang raja. Sementara itu, bangunan candi dijawa tengah bagian utara mencerminkan system pemerintahan Foderal, dimana pemeintahan pusat memerintah kerajaan kerajaan kecil yang sederajat secara demokratis. System federal juga terlihat di pada kerajaan Hindu-Budha di jawa timur.
3. Ekonomi dan Sistem Mata Pencarian Hidup
Pengaruh India dalam bidang ekonomi tidak begitu besar. Sebab, sejak masa praaksara penduduk Nusantara telah mengenal tradisi agraris, pedagangan, dan pelayaran. (M. Dj. Poeponegoro dan Nugroho Notosusanto mencatat pada zaman prasejarah penduduk Indonesia adalah peIayar-pelayar yang sanggup mengarungi lautan lepas. Lautan bukan penghalang tetapi pemersatu. Hubungan antar pulau inilah Iebih mudah di bandingkan dengan daerah pedalaman. Pusat-pusat perdagangan sudah tumbuh pesat di pesisir pesisir Sumatra dan Jawa. Menurut hasil penelitian F. Heger, adanya benda-benda peninggalan bersejarah seperti nekara di berbagai tempat di Indonesia menunjukkan adanya hubungan antara kepulauan Nusantara dengan berbagai daerah di Asia Tenggara.
Kedatangan India memperkuat tradisi agraris. misalnva dengan mengenalkan teknologi irigasi. serta sernakin meramaikan aktivitas perdagangan dan pelayaran. Hal ini dibuktikan dengan semakin berkembangnva kota-kota pelabuhan sebagaimana ditunjukkan Kerajaan Pajajaran (Pelabuhan Sunda Kalapa), Sriwijaya, dan Majapahir.
4. Agama dan Sosial Budaya
Sebelum pengaruh Hindu-Buddha masuk, bangsa Indonesia telah mengenal sistem kepercayaan animisme dan dinamisme serta sejumlah kegiatan upacara yang terkait pemujaan terhadap roh nenek moyang. Masuknya pengaruh Hindu membuat masyarakat Indonesia mengenal dewa-dewi, yang merupakan perwujudan dan Tuhan Yang Maha Esa. Setiap dewa-dewi merniliki tempat dan perannya yang khas.
Dalam kehidupan sosial, pengaruh kebudayaan Hindu yang nyata adalah dikenalnya sistem pelapisan sosial di dalam masyarakat yang disebut sistern kasta. Meski demikian. sistem kasta yang berlaku di indonesia tidak sekedar di negeri asalnva, India, Agama Buddha tidak mengenal pelapisan sosial.
Hasil budaya dua kebudayaan ini sampai sekarang masih dapat kita jumpai dalarn bentuk bangunan-bangunan candi seperti di Sumatra, jawa, Kalimantan, dan Bali. Ada candi yang berstruktur agama Hindu dan ada pula candi yang bercorak agama Buddha.
5. Seni Bangun, Seni Pahat, dan Relief Candi
Candi merupakan bangunan utama yang banyak didirikan pada masa pengaruh Hindu-Buddha. Candi-candi bercorak Hindu umumnya berfungsi untuk menghormati dan memuliakan dewa-dewi Hindu. Cintoh-cintoh candi Hindu adalah Prambanan (untuk memuliakan dewa Siwa), Kalasan (Dewi Tara), Sewu (Manjusri), Gebang, kelompok Candi Dieng, Candi Gedong Songo, Candi Panataran, dan Candi Cangkuang. Adapun candi-candi bercorak Buddha berfungsi sebagai sarana ritual (memuliakan Buddha), menyimpan relikui Buddhis ataupun bhiksu terkemuka atau keluarga kerajaan penganut Buddha (seperti abu jenazah), atau sebagai tempat ziarah bagi para penganutnya. conroh-contoh candi Buddha: Borobudur, Sewu, Sari, Plaosan. Banyunibo, Sumberawan, Muara Takus.
Sementara itu, bangunan candi pada umumnya terdiri atas tiga bagian utama, yaitu:
• bhurloka, yaitu bagian bawah candi yang melambangkan kehidupan dunia fana,
• bhurvaloka, adalah bagian candi yang melambangkan tahap pembersihan dan pemurnian jiwa, dan
• Svarloka, yang melambangkan tempat para dewa atau jiwa yang telah disucikan.
Meski struktur bangunan semua candi sama, masih terdapat perbedaan penting antara bentuk candi di Jawa tengah dan di Jawa timur. Ciri-ciri candi di Jawa tengah adalah berbentuk tambun dengan hiasan kalamakara di atas gawang pintu masuk, puncak candi berbentuk stupa, bahan utamanya batu andesit, dan umumnya menghadap ke timur. Sedangkan di Jawa timur, ciri-ciri candinya adalah berbentuk Iebih ramping. puncak candi berbentuk kubus dan di atas gawang pintu terdapat hiasan kala atau wujud kepala raksasa yang bentuknya lebih sederhana dan kalamakara, bahan utama dan batu bata, dan umumnva menghadap ke barat.
ciri utama candi Hindu adalah adanya ratna (hiasan berbentuk bunga teratai yang masih kuncup) di puncaknya, relief (ukiran-ukiran yang membentuk suatu seri cerita atau ajaran) di dinding-dindingnya, arca dewi trimurti. durgamahisasuramardini. agastya, serta ganesha (baik dalam bilik candi maupun relung dinding candi). Sedangkan ciri utama candi Buddha adalah banyaknya patung Buddha dengan atribut sederhana serta bangunan stupa dengan patung Buddha di dalamnya; selain itu, di kening Buddha selalu terdapat bintik kecil yang disebut dengan urna, sebuah tanda yang menyimbolkan mata ketiga, yang mampu memandang ke dunia ilahi (nirwana). Candi Buddha juga mengenal relief. seperti terdapat pada dinding Candi Borobudur (yang menggambarkan kehidupan sang Buddha dan ajaran-ajarannya).
Dalam seni pahat, kebudayaan Hindu dan Buddha meninggalkan banyak pengaruh, yang sudah dirintis oleh nenek moyang kita pada zaman megalithikum dalam rupa patung-patung besar. Seni patung masa Hindu memiliki bentuk yang Iebih proporsional dan memiliki banyak atribut seperti tampak pada patung-patung dewa yang rnenghiasi candi. Pada candi Buddha, meskipun bentuknya lebih sederhana, patungnya dibuat dengan mudra (gestur atau sikap tubuh yang bersifàt simbolis atau ritual).

4 komentar: